UCW ANIMATION

Didalam blog ini anda akan mendapatkan pengetahuan tentang aset wisata khususnya yang ada di wilayah Taman Nasional Ujungkulon dan pada umumnya yang ada di banten semoga dengan adanya sajian blog ini bisa membantu anda apabila anda ingin berwisata di wilayah banten

Penangkaran Badak Jawa TNUK Akan Menghabiskan Dana Rp6 Miliar

Pembangunan pusat penangkaran badak Jawa yang berlokasi di Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang, Provinsi Banten, akan menghabiskan anggaran Rp6 miliar. 

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Pandeglang Agus Priambudi di Pandeglang, Sabtu (3/7), menjelaskan bahwa seluruh anggaran itu akan ditanggung pihak donatur. "Seluruh anggaran berasal dari pihak donatur, yakni International Rhino Foundation (IRF), sebuah LSM yang peduli terhadap kelestarian badak dan Yayasan Badak Indonesia (YABI)," katanya. 

Jika semuanya berjalan lancar maka pembangunan pusat panangkaran badak itu akan dimulai pada 2010. Lokasinya di di Gunung Honje bagian selatan dengan luas 4.000 hektare yang nantinya akan dijadikan sebagai taman margasatwa. 

Menurut dia, kalau penangkaran itu berhasil tentu pengunjung bisa melihat langsung kehidupan badak. Sebab, saat ini banyak warga belum mengetahui keberadaan badak jawa tersebut. 

Populasi badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Kabupaten Pandeglang diperkirakan sekitar 50 ekor. Populasi itu relatif sedikit, karena masa perkembangbiakan hewan ini termasuk sulit. Apalagi, badak yang ada sebagian besar merupakan pejantan. 

Perburuan terhadap badak bercula satu itu belum pernah ditemukan. Walapaun ada hewan langka tersebut yang mati, itu alami disebabkan usianya telah tua atau sakit. Dalam beberapa tahun terakhir tim dari TNUK menemukan badak yang mati sekitar tujuh ekor. Enam di antaranya karena faktor usia dan satu lainnya disebabkan sakit. 

Badak Jawa termasuk binatang berusia lama karena bisa hidup hingga 40 tahun. Hewan bercula satu itu hanya hidup di TNUK dan di Vietnam tidak lebih 10 ekor yang sebagian besar betina. Guna mengetahui perkembangan populasi hewan langka itu, TNUK bekerja sama dengan berbagai pihak di antaranya WWF (World Wide Fund For Nature) secara rutin melakukan sensus. 

Selain itu, juga beberapa wilayah yang mejadi perputaran binatang tersebut telah dipasangi kamera pengintai. Jumlah kamera yang terpasang sebanyak 30 unit dan seluruhnya berfungsi. Saat ini, spesies badak di dunia ada lima jenis yakni badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (ceratotherium simum), badak India (Rhinoceros unicornis), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), dan badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).

INALILAHIWAINAILAIHIROJIUUN TELAH MENINGGAL DUNIA BADAK LANGKA BERCULA SATU DITEMUKAN TEWAS DI TNUK







Seekor badak jawa yang diperkirakan jantan ditemukan sudah jadi kerangka oleh anggota Tim Inventarisasi Badak Jawa, di Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten.

Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Pandeglang Agus Priambudi di Pandeglang, Rabu (26/5), menjelaskan, hewan langka itu ditemukan sudah menjadi kerangka, dan diperkirakan sudah mati dua-tiga bulan lalu.

"Penemuan kerangka badak jawa itu berawal ketika Basuki, anggota Tim Inventariasi Badak Jawa (TIBJ), melakukan penelusuran di kawasan TNUK pada Kamis (20/5), tiba-tiba melihat tumpukan tulang, dan setelah diteliti ternyata kerangka badak jawa," katanya.

Lokasi penemuan kerangka badak jawa itu, selama ini dikenal sebagai jalur lintasan/pergerakan hewan langka tersebut, tepatnya di Blok Nyiur. Badak mati tepat di bawah sebatang pohon.

Saat ditemukan, badan badak tersebut berbaring pada sisi kanan, dan kuku kaki belakang terbenam ke dalam tanah sedalam 5-7 centimeter (cm), lebih dalam dibandingkan kuku kaki depan.

Agus juga menjelaskan, kerangka badak jawa yang mati ditemukan dalam kondisi utuh, tidak ada bagian tubuhnya yang hilang, termasuk culanya yang selama ini paling diincar para pemburu.

"Dengan melihat kerangka yang masih utuh itu, maka kami bisa katakan kalau kematian badak itu bukan karena perburuan liar," ucapnya.

Untuk pengetahui penyebab kematiannya secara lebih seksama, dia mengaku masih harus melakukan penyelidiki lebih lanjut, namun dugaan sementara karena sakit.

Mengenai umur badak tersebut, Agus mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan dokter hewan diperkirakan sekitar 40 tahun, atau masih relatif muda.

Kerangka atau tulang badak jawa tersebut, kini disimpang di Kantor Balai TNUK Pandeglang.

Tulang yang kini tersimpan itu yakni satu cula dengan panjang 16 cm lebar 13 cm, dua taring masing-masing berukuran 15 cm, tulang panggul pelakan dua potong, sumsum belakang 26 potong, kaki belakang 20 potong, telakop kuku belakang enam potong.

Selain itu, kuku jari belakang 34 buah, engsel sumsum 13 potong, serpihan 27 potong, kepala satu buah, gigi 27 buah, paha belakang lima potong, rusuk kanan 14 potong, rusuk kiri 25 potong, leher tiga potong, selangka dua potong, pangkal kaki dua potong.

Kemudian, tulang ekor 14 potong, kaki belakang enam ekor, kaki depan enam ekor, telakop kaki depan enam potong dan kuku depan 13 buah

sumber lain yang Dikutif dari WWF
Serang (30/05)-Seekor badak jantan ditemukan di sekitar areal Nyiur (060 40’ 34,1” E – 1050 20’ 22,3”) - Taman Nasional Ujung Kulon, pada hari Kamis, 20 Mei 2010, pukul 14.40 WIB. Lokasi kematian badak dikenal sebagai jalur lintasan/pergerakan badak, dan individu yang mati tersembunyi di bawah pohon.
Menurut laporan yang disusun oleh Project Leader WWF-Indonesia di Ujung Kulon Adhi Rahmat S. Hariyadi dan Drh. Hendarti dari Dinas Peternakan Kabupaten Serang, Provinsi Banten, badak tersebut ditemukan Baehaki dan tiga personil Tim Inventarisasi Badak Jawa lainnya dalam kondisi berupa tulang belulang dengan keberadaan larva (belatung) pada cula dan kuku-kuku kaki. Bagian tubuhnya selain tulang, gigi, cula, dan kuku sudah terdekomposisi.
Berdasarkan kondisi kerangka dan tulang, badak tersebut diperkirakan mati sekitar 2-3 bulan yang lalu dengan mengeliminir kemungkinan perburuan karena cula dan menur (beberapa bagian yang biasanya menjadi incaran pemburu) masih berada di lokasi. Tampak ada tanda-tanda hewan yang memakan badak setelah mati dengan tertariknya bagian kepala ke sebelah barat.
Sementara data dan informasi lapangan lain mengenai badak yang mati tersebut menyebutkan bahwa posisi kematian badak berbaring pada sisi kanan dengan kondisi cula, kerangka, dan gigi-giginya yang masih baik. Berdasarkan ukuran kerangka dan keberadaan cula, dapat disimpulkan bahwa kerangka ini berasal dari badak jantan dewasa, dan dengan fakta yang sama dapat dipastikan badak mati bukan karena perburuan liar.

Mengacu pada informasi yang didapat dari kematian badak di tahun 2000 dan juga penjelasan Dr. Van Strien mengenai indikasi penyebab kematian berdasarkan posisi kematian badak, maka ada kesan bahwa kematian badak di Nyiur ini bukan karena usia tua ataupun kondisi gigi yang sudah aus (mekanisme digesti yang menurun). Pengamatan pada gigi geraham badak menunjukkan bahwa gigi geraham paling belakang (geraham bungsu) belum tumbuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa individu badak ini belum mencapai usia tua.

Berdasarkan keadaan kondisi lingkungan di sekitar kerangka, terkesan badak mati dengan cepat tanpa mengalami rasa nyeri yang berkepanjangan (tidak ada kerusakan akibat terjangan badak yang menderita nyeri – seperti yang terjadi pada kematian badak di bulan Februari 2003). Hal seperti ini sering juga terjadi pada kuda yang mati mendadak (sudden death) akibat gangguan pada fungsi jantung yang disebabkan oleh over exercise (Cardiomyopathy). Fraktura pada tulang panggul dapat terjadi akibat hempasan yang keras saat badak terjatuh, atau terjadi setelah kematian / akibat gangguan hewan lain yang memakan sisa-sisa bangkai badak tersebut.

Analisis patologi tidak mungkin dilakukan mengingat kondisi karkas yang sudah terdekomposisi dan hanya menyisakan tulang belulang. Namun demikian ada beberapa tindak lanjut yang akan dilakukan yaitu verifikasi gigi herbivora (kondisi dan usia) oleh dokter hewan yang telah dilakukan pada tanggal 26 Mei 2010 di kantor balai TNUK, analisis tanah di sekitar kerangka badak yang meliputi: logam berat (Hg) dan bahan toksik (Sianida), mikroorganisme (E. Coli, Salmonella, Staphylococcus), Trypanosoma, Anthraks, serta penelusuran kemungkinan kejadian Cardiomyopathy pada badak.
SUMBER www.wwf.or.id/

Ujung Kulon National Park


Ujung Kulon National Park

Taman Nasional Ujung Kulon terletak di ujung paling barat Jawa, Indonesia. Termasuk kelompok pulau vulkanik Krakatau dan pulau-pulau lain termasuk Panaitan, Handeuleum dan Peucang. Taman meliputi area seluas 1.206 km ² (443 km ² laut), yang sebagian besar terletak di sebuah semenanjung menjangkau ke Samudera Hindia. Ledakan di dekat Krakatau pada tahun 1883 menghasilkan gelombang pasang yang menghapuskan desa-desa dan tanaman dari wilayah pantai barat semenanjung, dan menutupi seluruh area pada sebuah lapisan abu sekitar 30 cm tebal. Ini menyebabkan evakuasi total semenanjung oleh manusia, sehingga memungkinkan untuk menjadi repositori untuk Jawa banyak flora dan fauna, dan sebagian besar hutan dataran rendah yang tersisa di pulau itu.
Badak Jawa di Ujung Kulon Taman Nasional pada tahun 1930.
Ini adalah pertama di Indonesia yang diusulkan taman nasional dan dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1991 untuk mengandung sisa terbesar hutan hujan dataran rendah di Jawa. Juga salah satu dari hanya dua rumah dari Badak Jawa terancam punah kritis. Sebuah populasi dari lima puluh sixty untuk tinggal di Ujung Kulon, populasi yang lebih kecil mungkin 10 atau kurang, tinggal di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Taman melindungi 57 spesies tanaman langka. 35 jenis mamalia diantaranya Banteng, Silvery Gibbon, Javan Lutung, Monyet pemakan kepiting, Leopard, Pelanduk dan Rusa Rusa. Ada juga 72 jenis reptil dan amfibi, dan 240 spesies burung

Taman Nasional Ujung Kulon


Taman Nasional Ujung Kulon

Taman Nasional Ujung Kulon



Taman Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di BANTEN, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.

Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820.

Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya langka seperti; merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur (Lagerstroemiaspeciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia serrata)dan berbagai macam jenis anggrek.

Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain badak Jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas).

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik, dengan keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung Raksa Pulau Panaitan). Kesemuanya merupakan pesona alam yang sangat menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan di tempat lain.



Jenis-jenis ikan yang menarik di Taman Nasional Ujung Kulon baik yang hidup di perairan laut maupun sungai antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik yaitu ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak memangsanya (serangga kecil) yang berada di i daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan air.



Taman Nasional Ujung Kulon bersama Cagar Alam Krakatau merupakan asset nasional, dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Situs Warisan Alam Dunia, UNESCO telah memberikan dukungan pendanaan dan bantuan teknis.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional yaitu suku Banten yang terkenal dengan kesenian debusnya. Masyarakat tersebut pengikut agama Islam, namun mereka masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang mereka.

Di dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan bagi kepentingan kepercayaan spiritual. Tempat yang paling terkenal sebagai tujuan ziarah adalah gua Sanghiang Sirah, yang terletak di ujung Barat semenanjung Ujung Kulon.

Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Tamanjaya dan Cibiuk. Pintu masuk utama dengan fasilitas, pusat informasi, wisma tamu, dermaga, sumber air panas.
Pantai Kalejetan, Karang Ranjang, Cibandawoh. Fenomena gelombang laut selatan dan pantai berpasir tebal, pengamatan tumbuhan dan satwa.
Pulau Peucang. Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut yang biru jernih yang sangat ideal untuk kegiatan berenang, menyelam, memancing, snorkeling dan tempat ideal bagi pengamatan satwa satwa rusa di habitat alamnya.
Karang Copong, Citerjun, Cidaon, Ciujungkulon, Cibunar, Tanjung Layar, dan Ciramea. Menjelajahi hutan, menyelusuri sungai, padang pengembalaan satwa, air terjun dan tempat peneluran penyu.
Pulau Handeuleum, Cigenter, Cihandeuleum. Pengamatan satwa (banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak Jawa dan berbagai macam jenis burung), menyelusuri sungai di ekosistem hutan mangrove.
Pulau Panaitan, dan Gunung Raksa. Menyelam, berselancar, dan wisata budaya/ sejarah.

Musim kunjungan terbaik: bulan April s/d September.

Cara pencapaian lokasi:
Jakarta - Serang (1 1/2 jam via jalan Tol), Serang - Pandeglang - Labuan (1 1/2 jam) atau Jakarta - Cilegon (2 jam via jalan Tol), Cilegon - Labuan (1 jam) atau Bogor - Rangkasbitung - Pandeglang - Labuan (4 jam).
Labuan - Sumur (2 jam), Sumur - Pulau Peucang (1 jam dengan kapal motor nelayan) atau Labuan - Pulau Peucang (4 jam dengan kapal motor nelayan).

Kantor : Jl. Raya ujungkulon , Sumur, Pandeglang
Telp. 087772928889/087772009695
E-mail : ujungkulonprotection@yahoo.com

Dinyatakan Menteri Pertanian, tahun 1980
Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 284/ Kpts-II/92,
luas 122.956 hektar
Ditetapkan ---
Letak Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
Temperatur udara 25° - 30° C
Curah hujan Rata-rata 3.200 mm/tahun
Ketinggian tempat 0 - 608meter dpl
Letak geografis 6°30’ - 6°52’ LS, 102°02’ - 105°37’ BT

Sejarah singkat Taman Nasional Ujungkulon


Tak kenal, maka tak sayang. Begitu kata pepatah lama mengatakan.. Nah, bagi yang belum mengenal Ujungkulon, mungkin sebaiknya menyimak sejarah terbentuknya Taman Nasional Ujungkulon mulai dari jaman Belanda sampai sekarang sebagai berikut:

Tahun 1846, Kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh Junghun dan Hoogerwerf ahli botani berkebangsaan eropa. Pada waktu itu mereka melakukan perjalanan ke Semenanjung Ujung Kulon untuk mengumpulkan beberapa species tumbuhan tropis yang eksotik.

Satu dekade kemudian, keragaman speciesnya dinyatakan dalam laporan perjalanan ilmiah yang dimasukkan ke dalam jurnal ilmiah.

Tahun 1883, Pada bulan Agustus gunung Krakatau meletus, menghasilkan gelombang tsunami yang menghancurkan kawasan perairan dan daratan di Ujung Kulon serta membunuh tidak hanya manusia akan tetapi satwa dan tumbuhan. Pada saat itu seluruh kawasan Ujung Kulon diberitakan hancur. Sejak letusan gunung Krakatau yang dahsyat tersebut, kondisi Ujung Kulon tidak banyak diketahui, sampai kemudian dilaporkan bahwa kawasan Ujung Kulon sudah tumbuh kembali dengan cepat.

Tahun 1921, Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai Cagar Alam Ujung Kulon-Panaitan melalui SK. Pemerintah Hindia Belanda No. 60 tanggal 16 Nopember 1921.

Tahun 1937, Dengan keputusan Pemerintah Hindia Belanda No 17 tanggal 14 Juni 1937 diubah menjadi Suaka Margasatwa Ujung Kulon-Panaitan

Tahun 1958, berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 48/Um/1958 tanggal 17 April 1958 berubah kembali menjadi kawasan Suaka Alam dengan memasukan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah Semenanjung Ujung Kulon, dan memasukkan pulau-pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Peucang, Pulau Panaitan, dan pulau-pulau Handeuleum (pulau Boboko, pulau Pamanggangan)

Tahun 1967, Dengan SK. Menteri Pertanian No. 16/Kpts/Um/3/1967 tanggal 16 Maret 1967, Gn Honje selatan seluas 10.000 ha masuk kedalam kawasan Cagar Alam Ujung Kulon.

Tahun 1979, Gn Honje utara masuk kawasan Cagar Alam Ujung Kulon melalui SK. Menteri Pertanian No. 39/Kpts/Um/1979 tanggal 11 Januari 1979, seluas 9.498 ha.

Tahun 1980, Tanggal 15 Maret, melalui pernyataan Menteri Pertanian, Ujung Kulon mulai dikelola dengan sistem manajemen Taman Nasional.

Tahun 1984, Dibentuklah Taman Nasional Ujung Kulon, melalui SK. Menteri Kehutanan No. 96/Kpts/II/1984, yang wilayhnya meliputi: Semenanjung Ujung Kulon seluas 39.120 ha, Gunung Honje seluas 19.498 ha, Pulau Peucang dan Panaitan seluas 17.500 ha, Kepulauan Krakatau seluas 2.405,1 ha dan Hutan Wisata Carita seluas 95 ha.

Tahun 1990, Berdasarkan SK. Dirjen PHPA No. 44/Kpts/DJ/1990 tanggal 8 Mei 1990, kawasan Taman Nasional Ujung Kulon mengalami pengurangan dengan diserahkannya Kepulauan Krakatau seluas 2.405,1 ha kepada BKSDA II Tanjung Karang, Hutan Wisata Gn. Aseupan Carita seluas 95 ha kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Selanjutnya luas kawasan TN. Ujung Kulon berubah menjadi 120.551 ha meliputi kawasan daratan 76.214 ha dan kawasan perairan laut seluas 44.337 ha.

Tahun 1992, Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional dengan SK. Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1992 tanggal 26 Pebruari 1992. Meliputi wilayah Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, P. Handeuleum dan Gunung Honje. Dengan luas keseluruhan 120.551 ha, yang terdiri dari daratan 76.214 ha dan laut 44.337 ha.

Tahun 1992, Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai The Natural World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO dengan Surat Keputusan No. SC/Eco/5867.2.409 tahun 1992 tanggal 1 Pebruari 1992.

Sumber: website Taman Nasional Ujungkulon

Taman Nasional Ujung Kulon



Taman Nasional Ujung Kulon



Taman Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di BANTEN, serta merupakan habitat yang ideal bagi kelangsungan hidup satwa langka badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem rawa, dan ekosistem daratan.
Keanekaragaman tumbuhan dan satwa di Taman Nasional Ujung Kulon mulai dikenal oleh para peneliti, pakar botani Belanda dan Inggris sejak tahun 1820.
Kurang lebih 700 jenis tumbuhan terlindungi dengan baik dan 57 jenis diantaranya langka seperti; merbau (Intsia bijuga), palahlar (Dipterocarpus haseltii), bungur (Lagerstroemiaspeciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), ki hujan (Engelhardia serrata)dan berbagai macam jenis anggrek.
Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang. Satwa langka dan dilindungi selain badak Jawa adalah banteng (Bos javanicus javanicus), ajag (Cuon alpinus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung (Trachypithecus auratus auratus), rusa (Cervus timorensis russa), macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Prionailurus bengalensis javanensis), owa (Hylobates moloch), dan kima raksasa (Tridacna gigas).
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik, dengan keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alam berupa sungai-sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha, di Gunung Raksa Pulau Panaitan). Kesemuanya merupakan pesona alam yang sangat menarik untuk dikunjungi dan sulit ditemukan di tempat lain.


Jenis-jenis ikan yang menarik di Taman Nasional Ujung Kulon baik yang hidup di perairan laut maupun sungai antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit adalah dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik yaitu ikan glodok memiliki kemampuan memanjat akar pohon bakau, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyemprot air ke atas permukaan setinggi lebih dari satu meter untuk menembak memangsanya (serangga kecil) yang berada di i daun-daun yang rantingnya menjulur di atas permukaan air.
Dermaga di Pulau Peucang
Rusa (Cervus timorensis)
Taman Nasional Ujung Kulon bersama Cagar Alam Krakatau merupakan asset nasional, dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991.

Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan Taman Nasional Ujung Kulon sebagai Situs Warisan Alam Dunia, UNESCO telah memberikan dukungan pendanaan dan bantuan teknis.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional yaitu suku Banten yang terkenal dengan kesenian debusnya. Masyarakat tersebut pengikut agama Islam, namun mereka masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang mereka.

Di dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan bagi kepentingan kepercayaan spiritual. Tempat yang paling terkenal sebagai tujuan ziarah adalah gua Sanghiang Sirah, yang terletak di ujung Barat semenanjung Ujung Kulon.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Tamanjaya dan Cibiuk. Pintu masuk utama dengan fasilitas, pusat informasi, wisma tamu, dermaga, sumber air panas.
Pantai Kalejetan, Karang Ranjang, Cibandawoh. Fenomena gelombang laut selatan dan pantai berpasir tebal, pengamatan tumbuhan dan satwa.
Pulau Peucang. Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut yang biru jernih yang sangat ideal untuk kegiatan berenang, menyelam, memancing, snorkeling dan tempat ideal bagi pengamatan satwa satwa rusa di habitat alamnya.
Karang Copong, Citerjun, Cidaon, Ciujungkulon, Cibunar, Tanjung Layar, dan Ciramea. Menjelajahi hutan, menyelusuri sungai, padang pengembalaan satwa, air terjun dan tempat peneluran penyu.
Pulau Handeuleum, Cigenter, Cihandeuleum. Pengamatan satwa (banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak Jawa dan berbagai macam jenis burung), menyelusuri sungai di ekosistem hutan mangrove.
Pulau Panaitan, dan Gunung Raksa. Menyelam, berselancar, dan wisata budaya/ sejarah.
Musim kunjungan terbaik: bulan April s/d September.
Cara pencapaian lokasi:
Jakarta - Serang (1 1/2 jam via jalan Tol), Serang - Pandeglang - Labuan (1 1/2 jam) atau Jakarta - Cilegon (2 jam via jalan Tol), Cilegon - Labuan (1 jam) atau Bogor - Rangkasbitung - Pandeglang - Labuan (4 jam).
Labuan - Sumur (2 jam), Sumur - Pulau Peucang (1 jam dengan kapal motor nelayan) atau Labuan - Pulau Peucang (4 jam dengan kapal motor nelayan).
Kantor : Jl. Raya ujungkulon , Sumur, Pandeglang
Telp. 087772928889/087772009695/087772724653
E-mail : ujungkulonprotection@yahoo.com
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus)
Dinyatakan Menteri Pertanian, tahun 1980
Ditunjuk Menteri Kehutanan, SK No. 284/ Kpts-II/92,
luas 122.956 hektar
Ditetapkan ---
Letak Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
Temperatur udara 25° - 30° C
Curah hujan Rata-rata 3.200 mm/tahun
Ketinggian tempat 0 - 608meter dpl
Letak geografis 6°30’ - 6°52’ LS, 102°02’ - 105°37’ BT
DASAR HUKUM LSM :
LSM dan Ormas. Perangkat hukum tersebut meliputi UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan PP No 18 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985. Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan LSM. Dalam UU No 8 tahun 1985

Pemerintah melalui Instruksi Mendagri No 8/1990 tentang Pembinaan LSM dan Keputusan bersama Mendagri dan Mensos No 78/1993 tentang Pembinaan Organisasi Sosial/LSM.

Susunan Pengurus LSM ujungkulon Protection And Corruption watch
DAFTAR PENGURUS  DAN ANGGOTA KORDINATOR SEKABUPATEN PANDEGLANG
Dewan Pembina : 1.      BUPATI PANDEGLANG
                              2.      EDI IMRON. M.Sc
                              3.    JAJAT MUNAJAT. Lc,MBA
                                        4.     Ahmad Baihaki SH.MH
No
Nama
Jabatan
Keterangan
1
Suhedi Atmaja SH
Ketua
Umum
2
Engkos Kosasih
Wakil ketua
Umum
3
Ahmad Arofi S.Com
Sekertaris Jendral
Umum
4
Moch Maarif SZA
Bidang Pendidikan
Umum
5
Sarbini Samsuri
Wakil Sekertaris
Umum
6
Ahyar
Kordinator Kecamatan
Kecamtan Sumur
7
N Sujana SE
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Cigeulis
8
Andri
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Cibitung
9
Ade Zaenudin
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Panimbang
10
Sapta
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Sobang
11
Revan Reynaldy
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Cibaliung
12
Abas
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Cikeusik
13
Amin
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Majasari
14
Muljani
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Sukaresmi
15
Mahyudi Apriyansah
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Labuan
16
Asep Roby
Kordinator Kecamatan
Kecamatan Carita
17
Muhamad Rafiudin
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Angasana
18
Nunung Faturohman
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Menes
19
Iwan Hardadi
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Pulosari
20
Dedi S
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Saketi
21
Dani Apriansyah
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Picung
22
Didin Saefudin. SHi

Bidang Sosial Kemasyarakatan
Lingkungan Hidup
Umum
23
Sarbini
Bidang Pertanian Dan Kehutanan

Umum
24
Baehaki.  SH. MH

Bidang Hukum Dan Ham

Umum
25
H sumarna
Kordinator Kecamatan
Kecamatan  Cimanggu
Jumlah keseluruhan Anggota Sekitar ± 117 Anggota dan 25 Pengurus